Selasa, 31 Mei 2016

Tempat tempat menarik di Ambon

8 Tempat Menarik di Ambon

Ibu kota Maluku ini memiliki sejumlah objek wisata menarik.
Pantai Pintu Kota
Tempat wisata di Ambon yang banyak dikunjungi. Di sini terdapat banyak karang dan juga keunikan tersendiri di mana ada sebuah tebing karang rakasa yang menjorok ke laut dengan lubang besar menyerupai sebuah pintu.
 
Pantai Liang
Tempat wisata di Ambon ini memiliki hamparan pasir putih dipadu dengan air jernih kebiruan. Pada tahun 1991, dinobatkan oleh PBB sebagai pantai terindah di Indonesia.  
 
Nusa Pombo
Terletak sekitar 1 jam dari pelabuhan di Ambon dengan menggunakanspeedboat, Nusa Pombo adalah pulau tidak berpenghuni yang indah. Bawa makanan, minuman dan juga perlengkapan jika Anda mau berkemah.
Pantai Natsepa
Memancing atau snorkeling bisa Anda lakukan di pantai yang dihiasi air laut biru yang jernih dan pasir putih ini. Pantai ini dikenal juga dengan rujak buah segarnya yang banyak dijual di sekitar pantai.
Goa Hukurila
Bagi yang hobi menyelam, jangan lewatkan Goa Hukurila yang merupakan goa bawah laut. Tempat wisata ini terletak di Desa Hukurila, sekitar 15 km dari pusat Kota Ambon. Goa bawah laut ini masih berada di kawasan wisata Pantai Hukurila.
Air Panas Hatuasa
Berada di tengah hutan Hatuasa, Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Anda dapat menikmati hangatnya air panas ditemani semilir angin. Lokasi pemandian air panas ini berjarak sekitar 30 km dari pusat Kota Ambon. Air panas tersebut bersumber dari aliran air di bukit.
 
Benteng Ferangi
Benteng ini adalah peninggalan Portugis, Dibangun tahun 1575, Benteng Ferangi disebut juga dengan Benteng Victoria atau Benteng Kota Laha. Meriam-meriam berukuran raksasa, peta perkembangan kota Ambon dari masa ke masa, dan berbagai benda sejarah lainnya bisa Anda temui di dalam benteng ini.
 
Museum Siwalima
Ambon juga memiliki sebuah museum untuk menyimpan benda-benda seni, budaya, atau bersejarah. Museum itu bernama Museum Siwalima. Museum ini terdiri atas dua bangunan utama, yaitu museum etnografi dan museum kelautan.

Sumber :https://www.gogonesia.com/s984-maluku

6 lokasi wisata di balikpapan

1. Pantai Kemala Balikpapan

taman kemala balikpapanTempat wisata favorite di Balikpapan yang pertama adalah Pantai Kemala, dimana pantai ini terletak di pusat kota Balikpapan tepatnya di Jalan Jenderal Soedirman Balikpapan. Dengan lokasinya ini maka otomatis akses untuk menuju pantai ini sangat mudah, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung di Pantai Kemala ini. Pemandangan di Pantai Kemala ini sangat indah, hamparan pasir pantai yang berwarna putih serta deburan ombak menjadi daya tarik pantai ini. Banyak orang yang menyamakannya dengan Pantai Jimbaran di Bali. Hal itu ditambah dengan pemandangan sunset pada sore hari yang sangat menawan. Selain pemandangan yang indah, pengunjung juga dapat bermain flying fox, jet sky,  banana boat dll. 

2. Pantai Manggar Segara Sari Balikpapan

Pantai Manggar Segara Sari Balikpapan
Pantai Manggar Segara Sari merupakan salah satu tempat wisata pantai yang terdapat di Balikpapan dengan jumlah pengunjung yang cukup banyak. Pantai ini biasanya dipadati pengunjung saat liburan tiba. Memang pantai ini sanat cocok untuk berlibur bersama keluarga. Pengunjung dapat menikmati berbagai macam fasilitas yang ada di pantai ini, dari sekedar mandi di air laut, berain layang-layang, bermain voly pantai, sepak bola sampai menyewa jet sky juga sudah tersedia. Selain itu jika hanya ingin menikmati pemandangan laut saja, anda dapat menikmatinya sambil menyantap berbagai macam kuliner yang sudah tersedia di banyak warung yang berjejer di sepanjang Pantai Manggar Segara Sari. 

3. Pantai Melawai Balikpapan

Pantai Melawai Balikpapan
Tempat wisata Pantai Melawai ini letaknya tidak jauh dari Pantai Kemala, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung ke Pantai Kemala melanjutkan destinasinya ke Pantai Melawai ini. Di Pantai Melawai ini juga memiliki pemandangan alam pantai yang sangat indah. Biasanya, Patai ini akan banyak dikunjungi oleh para wisatawan justru saat sore hari. Tentu saja, mereka akan melihat pemandangan berupa sunset yang indah di Pantai Melawai ini. pada sore hari juga banyak sekali pedagang makanan yang membuka lapak di sekitar pantai. Pedagang makanan yang berjualan ini menjual aneka makanan dengan harga yang murah meriah.

4. Pantai Lamaru Balikpapan

Pantai Lamaru Balikpapan
Tempat wisata pantai selanjutnya yang jadi pilihan di Balikpapan adalah Pantai Lamuru. Pantai ini berlokasi di Desa Teritip, dekat dengan Penangkaran biaya Teritip. Untuk menuju pantai yang indah ini anda harus menempuh perjalanan darat selama 30 menit ddari pusat kota Balikpapan. Lantai ini memiliki hamparan pasir yang luas serta permukaan yang landai, sehingga sangat cocok untuk mandi dan bermain di pinggir laut. Tiket masuk ke loaksi tempat wisata ini juga tidaklah mahal, anda cukup membayar dengan harga 10.000 rupiah saja. 

5. Penangkaran Buaya Teritip Balikpapan

Penangkaran Buaya Teritip Balikpapan
Penangkaran Buaya teritip ini bisa dikatakan sebagai salah satu wisata andalan di Balikpapan. Di lokasi ini terdapat sebuah penangkaran buaya yang jumlahnya saat ini sudah mencapai 1500 ekor lebih. luas penangkaran ini adalah sekitar 5 hektar. Lalu apa yang menarik dari wisata Penangkaran Buaya Teritip ini ? Disini anda dapat melihat proses penangkaran buaya yang tentunya tidak akan anda temui di sembarang tempat. Tertarik dengan makan daging buaya ? disini ada juga lho yang menyediakan makanan berbahan dasar daging buaya. Selain itu ada juga berbagai macam souvenir keren yang berbahan baku kilit buaya. Kita tahu bahwa kulit buaya dapat dijadikan benda-benda dengan nilai ekonomis tinggi seperti tas, ikat pinggang dll.

6. Bukit Bangkirai Balikpapan

Bukit Bangkirai Balikpapan
Apa yang anda pikirkan jika mendengar kata Bangkirai ? Ya, Bangkirai adalah nama sejenis kayu yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Kayu Bangkirai ini banyak sekali diperjualbelikan di Pulau Jawa, Biasanya mereka menamainya dengan Kayu Kalimantan. Di Balikpapan ada sebuah bukit yang dinamai Bukit Bangkirai, karena di bukit ini memang terdapat banyak sekali pohon Bangkirai. Bukit ini saat ini dijadikan sebagai lokasi wisata yang unik di Balikpapan. Di Bukit ini terdapat pohon bangkirai yang berusia 150 tahun lebih dengan tinggi 50 meter dan diameter 2,3 meter. besar sekali bukan ? Selain itu di tempat ini anda dapat berpetualang menyusuri canopy bridge atau sebuah jembatan yang menghubungkan 5 buah pohon bangkirai. Jembatan ini terbuat dari tali dan alasnya dari papan. 

Sumber :http://tempatwisatadaerah.blogspot.co.id/2015/04/12-tempat-wisata-pilihan-di-balikpapan.html

10 tempat wisata di lampung

  1. Pulau Pahawang
Pulau PahawangSalah satu taman laut yang terkenal dengan keindahannya ada di Pulau Pahawang. Keindahannya tak hanya terkenal di kalangan turis lokal saja melainkan juga wisatawan mancanegara. Pulau Pahawang mempunyai luas 1.084 hektar, terbagi menjadi 2 pulau yaitu Pulau Pahawang Kecil dan Pulau Pahawang Besar.
Dari Kota Bandar Lampung pulau ini dapat ditempuh dalam waktu selama 1,5 jam (sampai ke dermaga Ketapang) kemudian lanjutkan perjalanan naik perahu sampai tujuan akhirnya yaitu Pulau Pahawang besar. Bagi anda yang ingin menginap, di sini tersedia penginapan dengan harga yang cukup terjangkau. Setelah badan segar di pagi hari, anda dapat melakukan penyelaman, menikmati keindahan taman lautnya. Alamat : Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran.
  1. Taman Nasional Way Kambas
Taman Nasional Way KambasTaman yang sudah begitu terkenal ini identik dengan gajahnya. Namanya adalah Taman Nasional Way Kambas. Di sinilah lokasi perlindungan satwa gajah sumatera yang dari hari ke hari populasinya semakin berkurang. Taman Nasional Way Kambas yang didirikan tahun 1985 adalah sekolah gajah yang pertama di nusantara.
Tempat ini awalnya mempunyai nama Pusat Latihan Gajah atau PLG, selanjutnya nama tersebut diubah kembali menjadi pusat konservasi gajah dengan harapan di tempat ini hewan gajah dapat dilatih, dijinakkan, dilindungi, tempat perkembangbiakan serta konservasi. Sampai dengan sekarang sudah lebih dari 300 ekor gajah yang dilatih dan tersebar seantero Indonesia.
Taman Nasional Way Kambas bisa dibilang mirip dengan Taman Nasional Ujung Kulon yang merupakan perlindungan untuk badak bercula satu. Alamat : Lampung Timur.
  1. Air Terjun Curup Tujuh
Air Terjun Curup TujuhTempat wisata di Lampung berikutnya adalah air terjun curup tujuh. Lokasi wisata yang ada di tengah hutan ini memiliki panorama alam yang mempesona. Akan tetapi karena untuk mencapainya butuh perjuangan dengan melewati hutan, maka pastikan fisik anda dalam keadaan yang kuat dan prima serta tidak sedang mengidap sakit.
Air terjun ini tepatnya ada di kawasan hutan lindung Desa Margajaya. Mencapai lokasi wisata yang satu ini, pertama dapat memakai kendaraan roda empat, selanjutnya sewalah motor trail hingga ke batas hutan lindung. Baru menjelajah hutan dengan jalan kaki.
Alamat : Desa Margajaya, Kecamatan Padang Ratu (kalau dari Gunung Sugih sekitar 2 jam).
  1. Pantai Pasir Putih
Pantai Pasir Putih LampungLokasinya dari Kota Bandar Lampung kurang lebih 20 km. Pantai ini selalu ramai kunjungan wisatawan karena letaknya yang dekat dengan ibukota. Nah, ketika tiba di obyek wisata yang satu ini, kita akan disambut oleh hamparan pasir putih luas dan bersih dengan pantai yang sungguh memukau.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan ketika liburan ke Pantai Pasir Putih antara lain adalah berenang, bersantai di tepian pantai atau jalan-jalan menyusuri pantai, dan berperahu ke Pulau Condong. Perahunya dapat disewa dari Pantai Pasir Putih. Untuk masalah biaya sewa, masih terjangkau. Fasilitas yang disediakan antara lain adalah toilet, ruang bilas, kapal motor, shelter, dan lain sebagainya. Pantai ini akan lebih ramai ketika hari libur tiba, salah satu daya tarik dari obyek wisata yang cocok dikunjungi bersama keluarga ini karena harga tiket yang lumayan murah.
  1. Air Terjun Putri Malu
Air Terjun Putri MaluObyek wisata yang satu ini untuk mencapainya membutuhkan tenaga lebih dan tentu melelahkan, jadi tidak banyak wisatawan yang datang berkunjung. Padahal Air Terjun Putri Malu merupakan obyek wisata alam berupa air terjun yang masih alami dan para pecinta alam banyak yang datang kemari untuk sekedar mengambil foto dengan latar belakang alam sekitar air terjun yang mempesona bahkan berenang di bawah air terjun tersebut.
Nama air terjun yang unik ini asalnya dari bentuk air terjun tersebut. Apabila kita perhatikan, air terjun bentuknya bengkok seperti orang yang malu-malu. Tinggi Air Terjun Putri Malu mencapai 80 meter, dan yang menarik ketika perjalanan mencapai air terjun ini selain pemandangan alam cantik adalah ditemukannya tanaman stroberi liar yang jika dimakan buahnya terasa asam, tapi segar. Beda dengan stroberi hasil perkebunan yang tentunya memiliki rasa yang lebih manis. (baca juga: air terjun di Indonesia yang wajib dikunjungi)
Alamat : Kawasan Way Kanan.
  1. Gunung Krakatau
Gunung Krakatau LampungSelain letusan gunung yang teramat dahsyat, Krakatau juga terkenal karena medan yang menantang. Jadi Gunung Krakatau sangat disukai oleh para pecinta alam sampai dengan wisatawan mancanegara.
Gunung yang meletus pada 1883, suara letusannya terdengar sampai dengan Benua Australia, awan panasnya pun sampai ke beberapa tempat di Eropa. Letusan itu membentuk sebuah gunung baru yang kini dikenal dengan nama Gunung Anak Krakatau. Anak Krakatau timbul ke permukaan pada tahun 1928 dan termasuk dalam gunung yang aktif sampai sekarang.
Walau lokasi wisata ini ada di Selat Sunda dan masuk ke Provinsi Lampung, akan tetapi sangat mudah menjangkau Anak Krakatau dari Pantai Anyer-Carita. Izin mendarat di Pulau Gunung Anak Krakatau, dapat kita peroleh juga di tempat ini. Perjalanan ke sana ditempuh menggunakan perahu motor. Kita bisa melakukan berbagai kegiatan saat liburan ke destinasi wisata yang satu ini, diantaranya adalah berkemah, mancing, menikmati keindahan panorama alam laut yang memikat.
  1. Anak Krakatau
Anak KrakatauTempat wisata di Lampung selanjutnya adalah Gunung anak krakatau. Gunung yang satu ini merupakan sisa dari Krakatau besar yang pernah meletus dahsyat pada 1883.
Anak Krakatau mempunyai kawah yang masih aktif, ditandai dengan keluarnya asap yang mengepul tampak dari kejauhan. Akan tetapi akses ke lokasi ini terbatas dan butuh izin khusus.
Pemandangan di gunung anak krakatau ini sangatlah indah, terutama saat dipagi hari, saat matahari menyinari gunung ini dengan awan-awan yang berada disekelilingnya, view dari anak krakatau ini akan tampak seperti lukisan yang nyata.
  1. Menara Siger
Menara SigerIni adalah tujuan wisata Lampung selanjutnya yang juga merupakan ikon Kota Lampung. Bangunan dengan warna kuning terang ini berdiri di atas bukit. Titik nol dari Jalan Lintas Sumatera adalah Menara Siger.
Obyek wisata ini memang belum setenar wisata yang lain di Lampung, akan tetapi bangunan ini merupakan kebanggaan warga Lampung dengan arsitektur tradisional. Di dalam menara ada info tentang Kota Lampung lengkap dengan petanya, warna kuning yang ada di atapnya seolah sebagai penunjuk arah untuk para pengguna Jalan Lintas Sumatera. Jika anda ingin masuk obyek wisata yang satu ini, anda harus membayat tiket dan parkirnya lebih dahulu
  1. Teluk Kiluan
Teluk KiluanKalau anda pernah melakukan kunjungan ke Pantai Lovina di Pulau Dewata, maka di lokasi wisata Lampung yang satu ini anda akan menemukan hal yang sama. Di obyek wisata populer Lampung ini kita dapat melihat kumpulan ikan lumba-lumba yang lucu secara langsung di habitatnya. Pokoknya sensasi melihat cantiknya si ikan imut ini begitu berbeda dengan yang kita rasakan kalau lihat ikan lumba-lumba yang ada di kolam.
Waktu terbaik untuk menyaksikan lumba-lumba di sini adalah bulan April sampai dengan September yang sedang musim kemarau. Sebelum melakukan wisata ke Teluk Kiluan, lebih baik anda bertanya kepada pengelola penginapan tentang keberadaan lumba-lumba di Teluk Kiluan dan cuaca. Lumba-lumba di sini hidup alami dan muncul dengan sendirinya, jadi anda perlu melihat-lihat cuaca. Kemunculan lumba-lumba juga dipengaruhi oleh cuaca, lho. Kalau ketika anda datang ternyata tak dapat melihat di ikan lucu, anda dapat menikmati indahnya Teluk Kiluan dengan batuan karangnya.
  1. Pulau Condong
Pulau CondongNama lengkap dari pulau yan satu ini adalah Pulau Condong Sulah. Alam di sini masih asli dan pulaunya berbentuk mirip kerucut atau kubah. Dengan tanaman yang mendominasi lereng dan permukaan bukitnya adalah tanaman hutan pantai. Sebagai contoh adalah ketapang, waru, dan pohon merbau.
Di sisi selatan pulau tampak seperti belahan dan banyak dimanfaatkan untuk pendakian, rock cimbing, dan aneka olahraga yang memicu adrenalin. Kawasan disekeliling Condong Sulah, Condong Laut, dan Condong Darat banyak dimanfaatkan untuk menyelam serta berlatih renang. Pantai pulau ini berpasir putih bersih dan mempunyai udara sejuk. Pas untuk santai.
Sumber :http://tempatwisataunik.com/wisata-indonesia/lampung/tempat-wisata-di-bandar-lampung

5 lokasi wisata banten

1. Pantai Anyer
Pantai Anyer
Pantai Anyer
Pantai Anyer adalah salah satu objek wisata di Banten yang populer dan paling ramai dikunjungi, terutama mereka penduduk Jakarta dan sekitarnya karena lokasinya yang dekat dan terjangkau. Pantai Anyer terletak di Kabupatan Serang, Banten. Pantai ini memiliki pasir putih yang indah dan sangat menarik. Karena pantai ini berada di sepanjang Kecamatan Anyer Banten, maka dinamakan Pantai Anyer. Banyak aktifitas yang bisa anda lakukan di Pantai Anyer ini seperti berenang, bermain pasir, olahraga air, menyelam, berselancar, menikmati indahnya pemandangan pantai, hingga menyantap hidangan makanan laut yang nikmat di pinggir pantai. Anda tidak perlu khawatir jika ingin menginap di daerah pantai Anyer ini, karena tersedia banyak sekali hotel di sekitarnya.

Baca juga: 10 Tempat Wisata Terpopuler di Jakarta

2. Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon sesuai berada di ujung barat Pulau Jawa. Di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon tak hanya mencakup kawasan daratan di Pulau Jawa saja, namun juga termasuk beberapa pulau yang ada di sekitar ujung barat Pulau Jawa. Beberapa kegiatan utama yang bisa anda lakukan di Taman Nasional Ujung Kulon yakni berkemah, trekking, dan anda juga bisa melihat alam liar di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Fungsi utama daripada Taman Nasional Ujung Kulon adalah selain sebagai tempat wisata juga sebagai tempat perlindungan badak. Anda bisa belajar disini, dari hal yang disampaikan yaitu paham akan pentingnya menjaga kelestarian alam di sekitar kita.

3. Pantai Tanjung Lesung
Pantai Tanjung Lesung
Pantai Tanjung Lesung
Tanjung Lesung merupakan nama kawasan pantai yang eksklusif dan terawat yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, tepatnya berlokasi di Kabupaten Pandeglang, Banten, dengan luas sekitar 1500 hektar. Lama waktu perjalanan menuju Tanjung Lesung lebih kurang sekitar 180 Km dari kota Jakarta. Pantai Tanjung Lesung merupakan pantai yang masih asri, bersih dengan pasir putihnya yang bersih pula. Banyak kegiatan yang bisa anda lakukan di antai Tanjung Lesung antara lain, menyelam, memancing, bermain olah raga air, dan tersedia villa apabila anda ingin menginap disini.

4. Gunung Krakatau
Gunung Krakatau
Gunung Krakatau
Gunung Krakatau merupakan tempat wisata Banten yang paling disukai para pendaki gunung, dan kegiatan utama yang paling digemari disini adalah mendaki Gunung Krakatau. Banyak agen tour menawarkan paket mendaki Gunung Krakatau mulai dari paket 1hari sampai paket 4hari. Gunung Krakatau pernah meletus hebat hingga dampaknya tidak hanya berpengaruh di Indonesia saja, namun juga mancanegara.

5. Kampung Baduy
Kampung Baduy
Kampung Baduy
Kampung Baduy adalah kampung para suku Baduy. Suku Baduy merupakan salah satu suku asli yang ada di Banten berada di Kabupaten Lebak. Suku Baduy masih kental akan adat sundanya, memiliki jumlah penduduk sekitar 8.000 jiwa yang terbagi menjadi 2, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Perbedaan dari masing - masing suku yaitu Suku Baduy Dalam adalah Suku Baduy yang menolak pada dunia luar, dan Suku Baduy Luar adalah suku yang lebih terbuka pada dunia luar.

Sumber : http://masdonie.blogspot.co.id/2014/11/tempat-wisata-paling-menarik-di-banten.html

Awal mula kota surabaya

PENELITI dan beberapa ahli sejarah, mengungkapkan, dulu Surabaya ini adalah muara sungai dan terbentuk oleh gugusan kepulauan. Muara Sungai Kali Brantas dengan anaknya Kali Surabaya masih di Wonokromo. Sedangkan Surabaya sekarang merupakan pulau-pulau kecil yang terjadi akibat lumpur yang hanyut dari letusan Gunung Kelud. Namun, lama-kelamaan terus terjadi pendangkalan di muara sungai yang terletak di Selat Madura ini.
Akibat sedimen yang terus bertambah, endapan lumpur semakin meninggi, sehingga selat-selat yang terletak di antara gugus pulau-pulau kecil itu menyempit. Di antara pulau-pulau kecil itu banyak yang menyatu, sementara ada pula selat di antara pulau-pulau kecil itupun berubah menjadi anak sungai atau kali.
Kejadian yang unik itu ditopang pula dengan proses tektonik. Permukaan daratan Surabaya naik 5 sampai 8 centimeter per-abad. Sementara itu daratan atau garis pantai bertambah ke arah laut rata-rata 7,5 centimeter per-tahun.
Dalam catatan sejarah, Gunung Kelud rata-rata meletus setiap 15 tahun sekali. Memang, apabila Kelud meletus, dua wilayah yang menjadi sasaran utama, yaitu Blitar dan Kediri. Tetapi, karena Sungai kali Brantas mengalir dari arah Kediri sampai ke Surabaya, maka semburan gunung yang membawa lava, lahar dan lumpur itu hanyut sampai ke muara sungai. Selain membuat pendangkalan di badan sungai, endapan terbanyak justru di muaranya Selat Madura, yaitu Surabaya dan Sidoarjo.
Data yang berhasil dicatat dari Proyek Penanggulangan Bencana Alam Gunung Kelud, secara berturut-turut Gunung Kelud meletus tahun 1311, 1334, 1376, 1385, 1395, 1411, 1451, 1462, 1481, 1586, 1752, 1771, 1811, 1826, 1835, 1848, 1851, 1864, 1901, 1919, 1951, 1966, 1990 dan 2005.
Sebagai contoh, letusan tahun 1966 dan 1990, tidak kurang satu kali letusan memuntahkan lahar 28 juta meter kubik. Lahar yang dimuntahkan itu, selain menimbun kawasan di sekitar gunung, juga mengalir di lereng gunung terus ke sungai. Lahar yang berubah menjadi pasir dan lumpur itu mengalir melalui Sungai Kali Brantas hingga muara. Akibat yang terjadi, juga mendangkalkan permukaan sungai, mempersempit lebar sungai dan menambah endapan di muara sungai, laut di Selat Madura.
Begitulah asal-usul dan cikal-bakal kejadian daratan di muara Kali Surabaya, sehingga daerah yang semula bernama Junggaluh atau Ujunggaluh atau Hujunggaluh, kemudian bernama Surabaya. Tidaklah mengherankan, kalau sampai sekarang Surabaya berada di dataran rendah dan terletak pada ketinggian hanya 0 sampai 6 meter di atas permukaan laut. Jadi, kalau Surabaya banjir atau pasang naik mencapai bibir daratan, tidak perlu heran dan sebenarnya tidak perlu dirisaukan.
Dari gugus pulau-pulau kecil yang disebut pulo di muara sungai Kalimas yang berinduk ke sungai Kali Brantas itu, ada selat-selat yang dulu diberi nama kali. Jadi tidaklah mengherankan ada nama tempat di Surabaya ini yang disebut pulo dan kali. Di sini pola hidup dan kehidupan warga asli adalah memancing dan berburu. Rumah-rumah penduduk kampung asli Surabaya dulunya berada di atas tiang dan di atas permukaan air, sebagaimana umumnya permukiman pantai.
Seiring dengan perkembangan ruang dan waktu, pola kehidupan berubah. Kehidupan di dunia pantai yang berubah menjadi pelabuhan itulah yang mendorong terjadinya kegiatan kemaritiman. Dunia maritim ini saling tunjang dengan perdagangan dan industri. Inilah ciri khas Surabaya pada awalnya, yang kemudian berkembang ke arah pendidikan, budaya dan pariwisata seperti sekarang ini.
Sebagai wilayah berada di muara sungai yang berkembang menjadi pelabuhan, keberadaannya diakui oleh pemerintah penjajah Belanda di awal abad ke 16. Evolusi menjadi kota besar mulai terjadi setelah dilakukan pemetaan wilayah oleh Muller tahun 1746. Pemetaan wilayah Surabaya itu atas perintah Gubernur Jenderal Belanda wilayah Hindia Belanda yang mendarat 11 April 1746 di utara Surabaya.
Awalnya luas kota Surabaya yang secara otonom diserahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat pembentukan kota 1 April 1906 di bawah pemerintahan walikota (burgermeester), sekitar 5.170 hektar atau 51,70 kilometer per-segi.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tahun 1945, Pemerintahan Kota Surabaya dikukuhkan dengan Undang-undang No.22 tahun 1948 dengan luas wilayah 67,20 kilometer per-segi atau 6.720 hektar.
Kemudian terjadi perluasan kota dengan penambahan wilayah dari lima kecamatan dari Kabupaten Surabaya (sekarang bernama Kabupaten Gresik). Luas kota bertambah 15.461,124 hektar atau 15,46 kelometer persegi, sehingga luas kota Surabaya menjadi 22.181,12 hektar atau 221,18 kilometer per-segi.
Entah apa dasarnya, setelah tahun 1965 pada keterangan dan dalam buku agenda resmi Pemerintahan Kota Surabaya terjadi perubahan luas wilayah Kota Besar Surabaya menjadi 29.178 hektar
Sejak tahun 1992, berdasarkan pemotretan udara, ternyata luas Surabaya 32.636,68 hektar.
Memang, begitulah kenyataannya, konon hingga sekarang, luas daratan kota Surabaya terus bertambah. Dinas Tatakota Pemkot Surabaya, Senin, 12 Mei 2003, pernah mengungkap pertambahan luas daratan itu disebabkan lumpur yang hanyut ke muara sungai, terutama di hilir Kali Jagir sampai daerah Wonorejo. Akibatnya, selain muara sungai menyempit, juga semakin dangkalnya laut di muara sungai, bahkan menimbulkan tanah oloran baru.
Kalau kita amati dan kita cermat melakukan jalan keliling kota, pertambahan daratan Surabaya itu, juga akibat kegiatan reklamasi pantai dan pengurukann laut. Kegiatan yang dilakukan pihak swasta ini, pertama di daerah pertambakan, pembangunan perumahan di pinggir pantai serta perluasan daratan yang dilakukan pengelola Pantai Ria Kenjeran.
Kalau dalam buku agenda tahun 1980-an, luas Surabaya tertulis 29 ribu hektar. Kemudian pada tahun 1990-an dari hasil pemotretan udara, luas Kota Surabaya 32,63 ribu hektar. Namun, di tahun 2003, Kepala Dinas Tatakota Pemkot Surabaya Ir.Erlina Soemartomo (waktu itu) menyebut luas Kota Surabaya, 35 ribu hektar lebih. Kendati demikian, pada buku kerja (agenda) resmi terbitan Pemkot Surabaya tahun 2002, 2003, 2004, 2005 dan 2006, luas wilayah kota Surabaya tetap dicetak 326,37 km2 atau 32,63 ribu hektar lebih.

Tutur Tinular
Kembali cerita tentang kapan Surabaya mulai disebut dan mulai ada, atau “lahir” , versinya macam-macam. Dalam cerita lama, seperti yang terdapat, dalam buku Kumpulan Cerita Rakyat Jawa Timur yang diterbitkan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, ada dongeng tentang Surabaya.
Selain dongeng, juga ada cerita dari cerita yang disampaikan secara berkesinambungan dari nenek moyang kepada kakek, dari kakek atau nenek kepada ayah dan ibu, kemudian dari ibu kepada anak dan cucu, terus pula kepada cicit dan buyut, begitu seterusnya sampai sekarang ini. Kalau boleh dikatakan seperti tutur tinular, yakni penuturan yang kemudian ditularkan atau disebarluaskan kepada generasi berikutnya Tentu cerita dan cerita itu sudah tidak orisinal lagi, dipoles di sana-sini, bahkan ditaburi bumbu penyedap, sehingga rasanya menjadi asyik.
Surabaya yang dulunya hutan belantara di muara sungai Kali Brantas, kemudian melahirkan sungai yang berasal dari selat-selat yang terdapat dari tanah oloran yang kemudian menjadi pulau. Sungai-sungai itu tidak kurang dari 50 sungai yang disebut kali. Mulai dari kali yang cukup besar, yakni Kali Surabaya dari Mojokerto sampai Gunungsari. Kemudian, terpecah menjadi dua kali yang agak besar, Kali Mas yang mengalir dari Wonokromo ke arah Tanjung Perak.
Setelah Surabaya berkembang menjadi kota, sering terjadi banjir dalam kota. Untuk mengatasi banjir itu, tahun 1896, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda membuat “sungai” atau “kanal” lurus dari kali Surabaya menuju arah Rungkut. Dulu, daerah yang dikenal dengan  Pacekan terdapat bendungan yang sekaligus dimanfaatkan untuk proyek penjernihan air untuk PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Waktu itu, sumber air minum Surabaya berasal dari Umbulan di pasuruan. Untuk penghematan biaya, maka dibangunlah instalasi penjernihan air di Pacekan itu, dengan nama Instalasi Ngagel.
Ada lagi Kali Anak yang mengalir ke arah perbatasan Surabaya-Gresik. Dan, sisanya, kali-kali yang kecil, seperti: Kali Asin, Kali Sosok, Kali Pegirian, Kali Kundang, Kali Ondo, Kali Rungkut, Kali Waron, Kali Kepiting, Kali Judan, Kali Mir, Kali Dami, Kali Lom, Kali Deres, Kali Jagir, Kali Wonorejo dan masih puluhan kali lagi yang kecil-kecil.
Sebagai muara sungai besar, di muara itu mengendaplah lumpur, apalagi berulangkali lumpur letusan Gunung Kelud, hanyut ke muara dan membentuk pulau-pulau. Dari berbagai pulau yang merupakan kepulauan itu, lahirlah Surabaya. Pulau-pulau itu memang tidak begitu menonjol, kecuali Pulau Wonokromo dan Pulau Domas. Sedangkan yang lainnya berbentuk rawa dan danau-danau kecil yang disebut kedung, serta sebagian dijadikan tambak. Ada lagi yang masih berbentuk karang.
Maka, tidak heran kalau di seantero Kota Surabaya saat ini nama tempat diawali dengan nama kedung, tambak dan karang. Contoh, Tambaksari, Tambakasri, Tambakoso Wilangun, Tambakbayan, Tambakjati, Tambakrejo, Tambakmadu, Kedungdoro, Kedungsari, Kedungasem, Kedung Baruk, Kedung klinter, Kedungsroko, Kedungcowek, Kedungmangu, Karangmenjangan, Karangasem, Karangrejo, Karang Tembok, Karanggayam dan lain-lain.
Juga ada yang berbentuk tegal, seperti Tegalsari. Konon di Tegalsari atau daerah Surabayan inilah cikal-bakal penduduk daratan Surabaya yang kemudian berkembang sampai ke daerah Bubutan dan sekitar yang kemudian menjadi pusat pemerintahan Adipati Surabaya.
Asal Nama Surabaya
Pada umumnya, masyarakat Kota Surabaya menyebut asal nama Surabaya adalah dari untaian kata Sura dan Baya atau lebih popular dengan sebutan Sura ing Baya, dibaca Suro ing Boyo. Paduan dua kata itu berarti “berani menghadapi tantangan”.
Namun berdasarkan filosofi kehidupan, warga Surabaya yang hidup di wilayah pantai menggambarkan dua perjuangan hidup antara darat dan laut. Di dua alam ini ada dua penguasa dengan habitat bertetangga yang berbeda, tetapi dapat bertemu di muara sungai. Dua makhluk itu adalah ikan Sura (Suro) dan Buaya (Boyo).
Perlambang kehidupan darat dan laut itu, sekaligus memberikan gambaran tentang warga Surabaya yang dapat menyatu, walaupun asalnya berbeda. Begitu pulalah warga Surabaya ini, mereka berasal dari berbagai suku, etnis dan ras, namun dapat hidup rukun dalam bermasyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan, ejaan nama Surabaya awalnya adalah:Curabhaya. Tulisan ini di antaranya ditemukan pada prasasti Trowulan I dari tahun Caka 1280 atau 1358 M. Dalam prasasti itu tertulis Curabhaya termasuk kelompok desa di tepi sungai sebagai tempat penambangan yang dahulu sudah ada (nadira pradeca nguni kalanyang ajnahaji pracasti).
Nama Surabaya muncul dalam kakawin Negarakartagama tahun 1365 M. Pada bait 5 disebutkan: Yen ring Janggala lok sabha n rpati ring Surabhaya terus ke Buwun. Artinya: Jika di Jenggala ke laut, raja tinggal di Surabaya terus ke Buwun.
Cerita lain menyebutkan Surabaya semula berasal dari Junggaluh, Ujunggaluh atau Hujunggaluh. Ini, terungkap pada pemerintahan Adipati Jayengrono. Kerabat kerajaan Mojopahit ini diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memerintah di Ujunggaluh. Di bawah pemerintahan Jayengrono, perkembangan pesat Ujunggaluh sebagai pelabuhan pantai terus manarik perhatian bangsa lain untuk berniaga di sini.
Suatu keanehan, ternyata sejarah Surabaya ini terputus-putus. Kalau sebelumnya Surabaya dianggap sebagai penjelmaan dari Hujunggaluh atau Ujunggaluh, namun belum satupun ahli sejarah menemukan sejak kapan nama Hujunggaluh itu “hilang” dan kemudian sejak kapan pula nama Surabaya, benar-benar mulai dipakai sebagai pengganti Hujunggaluh. Perkiraan sementara, hilangnya nama Hujunggaluh itu pada abad ke-14.
Mitos Cura-bhaya
Ada lagi sumber lain yang mengungkap tentang asal-usul nama Surabaya. Buku kecil yang diterbitkan PN.Balai Pustaka tahun 1983, tulisan Soenarto Timoer, mengungkap cerita rakyat sebagai sumber penelitian sejarah. Bukunya berjudul: Menjelajahi Jaman Bahari Indonesia “Mitos Cura-Bhaya”. Dari tulisan sepanjang 61 halaman itu, Soenarto Timoer membuat kesimpulan, bahwa hari jadi Surabaya harus dicari antara tahun-tahun 1334, saat meletusnya Gunung Kelud dan tahun 1352 saat kunjungan Raja Hayam Wuruk ke Surabhaya (sesuai Nagarakrtagama, pupuh XVII:5).
Surabaya tidak bisa dilepaskan dari nama semula Hujunggaluh, karena perubahan nama menunjukkan adanya suatu motif. Motif dapat pula menunjukkan perkiraan kapan perubahan itu terjadi. Bahwa Hujunggaluh itu adalah Surabaya yang sekarang dapat diteliti dan ditelusuri berdasarkan makna namanya, lokasi dan arti kedudukannya dalam percaturan negara.
Ditilik dari makna, nama “Hujung” atau ujung tanah yang menjorok ke laut, yakni tanjung, dapat dipastikan wilayah ini berada di pantai. “Galuh” artinya emas. Dalam bahasa Jawa tukang emas dan pengrajin perak disebut: Wong anggaluh ataukemasan seperti tercantum dalam kamus Juynboll dan Mardiwarsito. Dalam purbacaraka galuh sama artinya dengan perak.
Hujunggaluh atau Hujung Emas, bisa disebut pula sebagai Hujung Perak, dan kemudian menjadi “Tanjung Perak” yang terletak di muara sungai atau Kali Emas (Kalimas). Nah, bisa jadi Tanjung Perak sekarang itulah yang dulu bernama Hujung galuh.
Dilihat dari lokasi Surabaya sekarang, berdasarkan prasasti Klagen, lokasi Hujunggaluh itu sebagai jalabuhan. Artinya, tempat bertemu para pedagang lokal dan antarpulau yang melakukan bongkarmuat barang dengan perahu. Diperkirakan, kampung Galuhan sekarang yang ada di Jalan Pawiyatan Surabaya, itulah Hujunggaluh, Di sini ada nama kampung Tembok. Konon tembok itulah yang membatasi laut dengan daratan.
Tinjauan berdasar arti kedudukannya, pada tahun 905, Hujunggaluh tempat kedudukan “parujar i sirikan” (prasati Raja Balitung, Randusari, Klaten). Parujaradalah wali daerah setingkat bupati. Bisa diartikan, bahwa Hujunggaluh pernah menjadi ibukota sebuah daerah setingkat kabupaten, satu eselon di bawah kedudukan “raka i sirikan”, pejabat agung kerajaan setelah raja.
Nah, sejak kapan Hujunggaluh berubah menjadi Surabaya? Mamang, perubahan nama tidak sama dengan penggantian tanggal lahir atau hari jadi. Namun, hingga sekarang belum ada satupun prasasti atau data otentik yang resmi menyebut perubahan nama Hujunggaluh menjadi Surabaya.
Mitos dan mistis sejak lama mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk di Pulau Jawa. Maka mitos Cura-bhaya yang dikaitkan dengan nama Surabaya sekarang ini tentunya dapat dihubungkan pula dengan mitologi dalam mencari hari jadi Surabaya. Perubahan nama dari Hujunggaluh menjadi Surabaya dapat direkonstruksi dari berbagai sudut pandang.
Bencana alam meletusnya gunung Kelud tahun 1334 membawa korban cukup banyak. Peristiwa itu mengakibatkan terjadinya perubahan di muara kali Brantas dengan anaknya Kalimas. Garis pantai Hujunggaluh bergeser ke utara. Timbul anggapan pikiran mistis yang mengingatkan kembali kepada pertarungan penguasa lautan, yakni ikan hiu yang bernama cura, melawan penguasa darat, buaya (bhaya). Dalam dunia mistis kemudian menjadi mitos, bahwa untuk menghentikan pertikaian antara penguasa laut dengan darat itu, maka digabungkan namanya dalam satu kataCura-bhaya atau sekarang Surabaya.
Mitos ikan dengan buaya ini sudah ada pada abad XII-XIII, sebagai pengaruh ajaran Budha Mahayana melalui cerita Kuntjarakarna. Reliefnya terpahat di dinding gua Selamangleng, Gunung Klotok, Kediri.
Bagaimanapun juga, mitos ikan dan buaya yang sekarang menjadi lambang Kota Surabaya, hanyalah merupakan sepercik versi lokal, tulis Soenarto Timoer. Jadi mitoscura-bhaya, hanya berlaku di Hujunggaluh. Cura-bhaya adalah nama baru pengganti Hujunggaluh sebagai wujud pujian kepada sang Cura mwang Bhaya yang menguasai lautan dan daratan.
Asal-usul Penduduk
Penduduk Surabaya boleh dikatakan berasal dari pendatang. Para pendatang mulai menatap dan mendirikan perkampungan di sekitar pelabuhan dan berkembang sampai ke darat, terutama di pinggir Sungai Kalimas yang merupakan anak Sungai Kali Brantas. Lama kelamaan, nama Ujunggaluh mulai dilupakan, dan namanya berubah menjadi Surabaya di bawah pemerintahan Adipati Jayengrono. Pusat Pemerintahan Adipati Jeyangrono ini diperkirakan di sekitar Kramat Gantung, Bubutan dan Alun-alun Contong saat ini.
Ada temuan sejarah yang mencantumkan pada abad ke-15, bahwa waktu itu di Surabaya sudah terjadi kehidupan yang cukup ramai. Tidak kurang 1.000 (seribu) KK (Kepala Keluarga) bermukim di Surabaya. Orang Surabaya yang dicatat pada data itu umumnya keluarga kaya yang bertempat tinggal di sekitar pelabuhan. Mereka melakukan kegiatan bisnis dan usaha jasa di pelabuhan.
Dari hari ke hari penduduk Surabaya terus bertambah, para pendatang yang menetap di Surabaya umumnya datang melalui laut. Ada yang berasal dari Madura, Kalimantan, Sulawesi dan Sumetera. Di samping ada yang berasal dari daratan Jawa datang terbanyak melalui sungai Kali Brantas dan jalan darat melewati hutan. Tidak hanya itu, para pelaut itu juga banyak yang berasal dari Cina, India dan Arab, serta Eropa.
Warga pendatang di Surabaya itu, hidup berkelompok. Misalnya, mereka yang berasal dari Madura, Kalimantan, Sulawesi atau suku Melayu dari Sumatera, di samping bermukim di pantai, juga banyak yang membangun perumahan di daerah Pabean dan Pegirian. Sedangkan pendatang dari ras Arab banyak bermukim di sekitar Masjid Ampel.
Etnis Cina menempati kawasan Kembang Jepun, Bongkaran dan sekitarnya. Ini terkait dengan dermaga pelabuhan waktu itu berada di sungai Kalimas, di sekitar Jembatan Merah sekarang. Jumlah warga pendatang terus-menerus terjadi, akibat semakin pesatnya kegiatan dagang dan perkembangan budaya di Surabaya.

Pengikut Sunan Ampel
Khusus masyarakat di sekitar Ampel, sebagian besar adalah rombongan yang ikut bersama Sunan Ampel dari wilayah Mojopahit pada abad 14. BerdasarkanBabad Ngampeldenta, Sunan Ampel melakukan aktivitas di Surabaya sekitar tahun 1331 M hingga 1400 M. Jumlah rombongan Sunan Ampel itu berkisar antara 800 hingga 1.000 keluarga.
Dalam buku Oud Soerabaia (1931) karangan GH von Faber, halaman 288 dinyatakan Raden Rahmat pindah bersama 3.000 keluarga (drieduezend huisgezinnen}
Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java (1817), halaman 117 menulis saat kepindahan Raden Rahmad dari keraton Majapahit ke Ampel, ia disertai 3.000 keluarga (three thousand families). Sementara itu menurutBabad Ngampel Denta, jumlah orang yang boyongan bersama Raden Rahmat ke Ampel Surabaya sebanyak 800 keluarga (sun paringi loenggoeh domas). “Domas” menurut S.Prawiroatmodjo dalam buku Bausastra Jawa – Indonesia (1981) artinya delapan ratus.
Sejak berdirinya permukiman di Surabaya, pertumbuhan penduduk berkembang cukup pesat. Ada yang datang melalui laut maupun transportasi melalui sungai. Umumnya yang melewati sungai adalah warga yang datang dari arah Blitar, Madiun, Tulungagung, Kediri dan lain-lainnya. Mojokerto yang merupakan pusat kerajaan Majapahit, menjadikan Surabaya sebagai pelabuhan lautnya. Mereka mendirikan permukiman di sepanjang Kalimas, anak Kali Brantas yang dijadikan poros lalulintas utama saat itu. Kemudian menyebar sampai ke Keputran, Kaliasin, Kedungdoro, Kampung Malang, Surabayan dan Tegalsari.
Setelah koloni dagang dari Eropa yang dimotori bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda datang dan menetap di Surabaya, di tahun 1500-an, mereka mendirikan gudang dan tempat tinggal di sekitar pusat pemerintahan Adipati Surabaya, yakni di sekitar Alun-alun Contong, Bubutan, Gemblongan, Blauran, Pasar Besar dan wilayah sekitarnya.
Belanda yang merupakan koloni dagang rempah-rempah terbesar saat itu, mulai membentuk pemerintahan. Tanpa disadari oleh Bangsa Indonesia, Belanda mulai mencengkeramkan “kukunya” di Bumi Pertiwi ini sebagai penjajah. Termasuk di Surabaya.

Jumlah Penduduk
Ketika pemerintahan kota pertama kali dibentuk tanggal 1 April 1906, penduduk Kota Surabaya berjumlah 150 ribu orang lebih. Limabelas tahun kemudian, dalam cacah jiwa atau sensus penduduk tahun 1920, penduduk Surabaya tercatat 192.180 orang. Sepuluh tahun kemudian pada sensus penduduk tahun 1930, warga Kota Surabaya sudah berkembang menjadi 341.675 orang.
Pada zaman Jepang, di bulan September 1943 diselenggarakan cacah jiwa (sensus penduduk) Kota Surabaya (Surabaya Syi). Jumlah penduduk Surabaya waktu itu tercatat 518.729 orang.
Dalam sensus penduduk tahun 1961 tercatat resmi 1.007.945 jiwa dan tahun 1971 naik lagi menjadi 1.556.255 jiwa. Tahun 1980 penduduk resmi yang terdaftar sebagai penduduk Surabaya berkembang menjadi 2.027.913 jiwa dan tahun 1990 naik menjadi 2.473.272 jiwa.
Anehnya, data dari Dinas Kependudukan Kota Surabaya yang dikeluarkan pada bulan Mei 2004, seolah-olah jumlah penduduk Surabaya dari tahun 1990 hingga tahun 1999 “berkurang”. Padahal ini tidak mungkin, justru sebaliknya. Manakah data kependudukan yang akurat? Mustahil penduduk Surabaya berkurang, yang pasti, penduduk Surabaya terus bertambah.
Data resmi yang disajikan memang begitu kenyataannya. Tahun 1999 penduduk Surabaya tercatat 2.406.944 jiwa. Tahun 2000 sebanyak 2.443.558 jiwa, tahun 2001 bertambah jadi 2.473.461 jiwa, tahun 2002 naik lagi jadi 2.504.128 jiwa dan akhir tahun 2003 menjadi 2.656.420 jiwa. Data pada akhir April 2004, warga kota Surabaya berjumlah 2.659.566 jiwa.
Data inipun dikutip oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berikutnya, yakni saat dikepalai oleh Drs.H.Hartojo. Sama dengan sebelumnya, sensus penduduk tahun 2000, penduduk Surabaya berjumlah 2.443.558 orang.
Secara rinci, dinas kependudukan dalam buku Informasi Kependudukan Kota Surabaya tahun 2004 berturut-turut disebutkan, penduduk Surabaya tahun 2001 sebanyak: 2.473.461 orang, tahun 2002 bertambah jadi: 2.504.128, tahun 2003 tambah lagi menjadi: 2.656.420 orang dan tahun 2004 menjadi: 2.859.655 orang.
Tahun 2006 hingga Agustus, tercatat jumlah penduduk Surabaya: 2.987.456 orang. Pada awal tahun 2007 diperkirakan sudah mencapai 3,3 juta orang.
Dari BPS (Biro Pusat Statistik) lain lagi. Tahun 1992 penduduk Surabaya berjumlah 2.259.283 jiwa, kemudian tahun berikutnya ditulis sebagai berikut: 1993 (2.286359 jiwa), 1994 (2.306.474 jiwa), 1995 (2.339.335 jiwa), 1996 (2.347.520 jiwa), 1997 (2.356.487 jiwa), 1998 (2.373.282 jiwa), 1999 (2.407.146 jiwa), 2000 (2.444.956 jiwa), 2001 (2.599.512 jiwa).
Data tentang jumlah penduduk Kota Surabaya, dalam “Resume” RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Surabaya yang diterbitkan Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, berbeda lagi.
Penduduk Surabaya tahun 2001 hingga 2005, kemudian proyeksi penduduk Surabaya tahun 2006 hingga 2013 adalah sebagai berikut:
Tahun 2001 (2.452.222 jiwa), 2002 (2.471.557 jiwa), 2003 (2.485.761 jiwa), 2004 (2.509.833 jiwa), 2005 (2.528.777 jiwa). Proyeksi tahun 2006 (2.547.586 jiwa), 2007 (2.566.257 jiwa), 2008 (2.584.894 jiwa), 2009 (2.603.258 jiwa), 2010 (2.621.558 jiwa), 2011 (2.639.724 jiwa), 2012 (2.657.766 jiwa) dan tahun 2013 (2.675.671 jiwa).
Umumnya para pejabat dan politisi di Surabaya dewasa ini menyebut angka rata-rata penduduk Surabaya adalah sekitar 3 juta jiwa lebih.
Di samping penduduk tetap, ada penduduk tetap tetapi tidak terdaftar. Di kota Surabaya juga bermukim penduduk musiman. Akhir 2008 jumlahnya mencapai 20 ribu jiwa. Kecuali itu, sebagai sebuah kota dengan kegiatan ekonomi dan pemerintahan di berbagai sektor, ada penduduk siang dan penduduk malam. Penduduk pada siang hari di bisa mencapai 5 sampai 6 juta jiwa. Pada malam hari, penduduk Surabaya sebagian besar pulang dan tidur di Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Lamongan, Bangkalan, Pasuruan, bahkan di Malang***

Sumber : https://rajaagam.wordpress.com/2008/09/30/asal-usul-kota-surabaya/